Covid-19, Antara Kewaspadaan dan Kepanikan Diselingi Ketidaksigapan
Komentar

Covid-19, Antara Kewaspadaan dan Kepanikan Diselingi Ketidaksigapan

Komentar

Ismail Suardi Wekke
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong

Terkini.id, Sorong – Empat puluh empat hari berlalu, setelah 2 Mei 2020 saat pengumuman kasus pertama Covid-19 terkonfirmasi.

Hari ini, 14 April 2020. Angka yang sembuh menunjukkan optimism bahwa peralatan medis kita mampu menyembuhkan penderita Covid-19.

Hanya saja, dengan kewaspadaan justru wujud kepanikan. Jalan-jalan disemprot disinfektan. Padahal, bisajadi jalan bukan sumber penularan virus.

Begitu pula dengan prakarsa sekelompok kecil masyarakat Indonesia, ada yang menyemprotkan disinfektan kepada manusia.

Satu sisi sikap kewaspadaan, tetapi yang terlihat justru kepanikan.

***

Satu lagi juru bicara, yang memberikan interpretasi. Terlihat bahwa satu pilar pemerintahan dengan pilar lainnya tidak bersinergi.

Jadinya, ada satu pihak yang hanya melakukan klarifikasi.

Dua puluh tahun reformasi, belum wujud sinkronisasi untuk tata kelola pemerintahan.

Dua bulan di awal 2020, pejabat kadang mengisinya dengan guyonan. Itu menghiasi media. Akhirnya, jadi koleksi guyonan mereka di tengah badai saat ini.

Covid-19, memberikan kesempatan bagi kita untuk melihat celah yang sementara belum diperhatikan selama ini.

***

Peristiwa lain, pasien dijemput paksa oleh polisi karena dianggap tidak kooperatif. Sang pasien dimasukkan ke rumah sakit dan akhirnya menemui ajal.

Mayat diperlakukan dengan standar Covid-19. Tidak disentuh sama sekali oleh keluarga. Ironisnya, hasil lab menunjukkan negative.

Inipun setelah ditolak oleh warga untuk dimakamkan di Antang, salah satu pemakaman warga di Kota Makassar.

Tenaga dan alat kesehatan kita tidak sigap. Itu juga terlihat dimana wafatya para tenaga medis. Tidak saja dokter, juga perawat.

Standar kesehatan yang tidak memenuhi prasyarat dalam menghadapi Covid-19.

Kalau tenaga medis saja yang terpapar dan akhirnya wafat, bagaimana dengan tingkat pengetahuan masyarakat kita?. Fakultas Kedokteran selalu memiliki standar di atas fakultas lain, begitu dalam tes kepintaran maupun pembiayaan.

Bisajadi justru masyarakat lain lebih kebal. Kita terbiasa makan di pinggir jalan. Bahakan pinggir jalan ditambah atas got. Meminum es yang tidak diketahui standar pengolahan sumber air. Itu tidak menjadikan sakit.

Satu kesempatan, saya mengajak kolega dari negara tetangga untuk makan di pinggir jalan. Setelahnya, kami harus membawanya ke rumah sakit untuk perawatan selama tiga hari.

Saya bisa mengartikan bahwa kondisi imun tubuh yang makan di pinggir jalan, sudah terbentengi dari bakteri tertentu.

***

Terakhir, satgas dari BNPB bahkan melakukan kerja khusus menaggulangi berita palsu (hoax). Dimana dengan berada di rumah, justru masyarakat mengkomsumsi berita palsu.

Juga terlibat dalam menyebarkan. Warga akhirnya bukan mengantisipasi dengan informasi yang sahih, justru dipicu dan memicu kepanikan.

Pemerintah dan juga masyarakat akhirnya menghadapi dua hal secara bersamaan, pandemi Covid-19 dan juga banjir berita palsu.

Percakapan media sosial diisi dengan candaan soal Covid-19 sebagaimana para pejabat sudah mendahului itu, ditambah dengan kemampuan mereproduksi informasi tidak terverifikasi yang diteruskan ke media percakapan.

Pemerintah, warga, dan kita semua sementara mengarungi badai Covid-19. Tenaga kesehatan, pemerintah, dan warga sementara berjuang untuk keluar dari badai. Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan “apa yang perlu dilakukan setelah wabah ini berlalu?”.