Terkini.id, Sorong – Begitu mentari terbenam, semuanya berakhir. Ramadan 1443 H berlalu. Ketika ramadan tahun depan datang, semuanya tak sama lagi.
Begitu dengan datangnya 1 syawal, maka kegembiraan mendapati berakhirnya ramadan. Pada saat yang sama juga tersimpan kesedihan. Dimana tidak ada yang pasti ketika ramadan pada tahun berikutnya, belum tentu kita bisa bersua lagi dengannya.
Sekali lagi, ramadan tetap akan datang. Hanya saja, belum pasti kita bisa bersamanya.
Sebelum semuanya berlalu, mari kita melihat sejenak.
Bagaimana ramadan kali ini. Perlu merefleksi sebuah pertanyaan ”sejauh mana kita melangkah untuk menggapai ridha Allah swt?”.
Hari raya adalah kesempatan menikmati kesenangan. Namun, perlu juga tetap diingat bahwa kesenangan ini terbatas. Sehingga menikmatinya jangan sampai kebablasan.
Masih ada perjalanan berikutnya usai idul fitri. Membuktikan bahwa apa yang diraih selama ramadan merupakan jalinan yang utuh. Bukan sekadar menghasilkan produktivitas ibadah.
Setelahnya, kemudian dihancurkan sendiri. An-nahl ayat 92 mengingatkan jangan seperti perumpaan penenun kain. Setelah utuh, kemudian dicabiknya sendiri.
Kalau ini dapat digunakan sebagai metafora ramadan. Dimana kita menenun ibadah dan sepanjang ramadan menyibukkan diri dengan segala ibadah yang dikandung ramadan.
Lalu dengan datangnya idul fitri, satu persatu jalinan yang telah dibuat kemudian dihancurkan sendiri. Sebuah perilaku yang jangan sampai terjadi, sehingga Alquran mengingatkan sejak awal untuk mencegahnya.
Ramadan adalah sarana belajar. Mendekatkan diri kepada Allah. Pada saat yang sama, juga semakin mendekatkan diri kepada kelestarian kehidupan.
Tidaklah mungkin, orang yang beriman dan bertqwa kemudian di jalanan membuang sampah sembarangan. Bahkan membuangnya dari atas mobil.
Ini sebuah kondisi dimana dua hal yang tak mungkin bersatu. Dimana taqwa sudah diraih, tetapi cerminan perilaku dari orang yang mendapatkan derajat taqwa itu sendiri tidak terlihat sama sekali.
Begitu pula dengan perilaku tertib berlalu lintas. Orang-orang yang menjalani kehidupan dengan taqwa dan kemerdekaan dari api neraka. Mereka orang yang selalu dinaungi dengan ketaatan. Jauh dari korupsi kalau seorang pejabat.
Maka, taqwa tak hanya menjadi sebuah status semata. Selebihnya, ada tanggungjawab sosial yang dikandung sehingga bisa menjadi cerminan bahwa perilaku taqwa itu pantulan dari apa yang ada dalam jiwa. Selamat hari raya idul fitri.