Ramadan yang Mulai Semarak, Jangan Sampai Berisik Apalagi Gaduh

Ramadan yang Mulai Semarak, Jangan Sampai Berisik Apalagi Gaduh

IS
Ismail Suardi Wekke

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Sorong – Sekumpulan anak muda tanggung membakar petasan. Asapnya dan juga bau mulai menyebar. Setelah dua ramadan yang berlalu tanpa bunyi petasan. Kini, sesekali mulai muncul.

Begitu pula, sekelompok remaja membangunkan dengan bunyi gendang dan suara bertalu-talu dari botol dan tetabuhan lainnya. Malam pertama, tetangga kami bahkan tidak menikmati asupan sahur. Tidak terbangun dan akhirnya puasa tanpa sahur sama sekali.

Baik petasan maupun tabuhan gendang sahur menjadi kesemarakan tersendiri ramadan. Menjadi bunyi-bunyian yang bahkan kadang juga dinanti.

Datangnya pandemi, menjadi sebuah tindakan yang terlarang. Berkumpul, apalagi berkerumun tidak dibenarkan sama sekali.

Kinipun juga, buka puasa bersama menjadi terlarang. Tidak diizinkan juga, “boleh berbuka puasa bersama, tetapi tidak boleh ngobrol,” kata seorang kawan.

Semata-mata menghindari penyebaran corona dengan pelbagai variannya.

Organisasi keagamaan juga memulakan safari ramadan. Jelajah pelosok yang tidak memiliki daya internet yang memadai disambangi. Menyapa handai taulan dan kawan yang ada di daerah-daerah yang tak bersignal. Kalaupun ada tidak cukup untuk menerima dan mengirim pesan aplikasi pesan.

Kesemarakan ramadan jangan sampai membawa kepada tuna sosial (Halim, 2021). Keasyikan berbuka puasa atau menunaikan ritual ramadan hanya dalam lingkup profesi terbatas saja bukan yang terlarang. Masalahnya, menebalkan semangat pada profesi telah terurai pada sebelas bulan sebelumnya.

“Sehingga untungkah untuk melakukannya di ramadan lagi?” ini menjadi pertanyaan yang sama oleh Halim (2021).

Menyemarakkan ramadan perlu dijalankan tanpa perlu berisik. Apalagi kalau sampai kepada kondisi gaduh.

Tidak saja dengan menahan lapar dan haus. Tetapi juga menahan ujian pertengkaran di media sosial. Dimana ada-ada saja warganet mengetikkan komentar yang jeplak.

Belum lagi kenaikan harga-harga kebutuhan. Bukan saja kenaikan harga tetapi kelangkaan barang di pasaran.

Ini bisa berpotensi untuk menjadikan kita gaduh.

Dua hal yang berbeda antara semarak dan gaduh. Apalagi kemudian kalau ada suasana yang berisik.

Keberadaan pagebluk covid-19 ini memang menjadi sebuah kenormalan baru. Tidak dapat berharap suasana sebelum pandemi akan benar-benar kembali semula sebagaimana sebelum pandemi.

Pada posisi kenormalan baru itulah kita beradaptasi dan menikmati suasana ramadan, serupa apapun itu. Semuanya dapat dinikmati kembali sesuai dengan kondisi semasa.