Menjaga Asa Ramadan dengan Istiqamah

Menjaga Asa Ramadan dengan Istiqamah

IS
Ismail Suardi Wekke

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Sorong – Ramadan dijalankan seperti lari maraton. Ada waktu yang panjang dan stamina yang perlu terjaga. Selama sebulan penuh, ibadah yang dikandung ramadan dijalankan dengan penuh khidmat.

Walau tak lagi dengan meriah, namun justru kenormalan baru yang diadaptasikan. Ramadan tak lagi menjadi ajang kemeriahan dengan suara letupan petasan saja. Bahkan kini mulai menghilang (Wekke, 2022).

Ramadan dengan suasana internal domestik masing-masing. Hanya dengan keluarga inti. Bahkan sampai idulfitri juga tidak lagi dirayakan dengan mudik. Dirayakannya bersama keluarga. Tetap dengan ketupat dan juga makanan yang menyambut datangnya hari raya.

Makan dan minum juga dengan keluarga inti sebagaimana dilalui dalam ibadah tarwih dan juga menunaikan asupan sahur.

Walaupun suasana yang seperti itu, ramadan tetap dilalui dengan kehidmatan tersendiri. Termasuk tuntutan untuk mempertahankan bacaan surah-surah pendek selain tiga qulhu. Dengan demikian bisa mengimami keluarga.

Pada saat yang sama ramadan hanya dapat dilalui jikalau senantiasa disertai dengan ketabahan dan kemampuan untuk menjaga stamina selama sebulan penuh. Kemampuan ini menjadi tanda bahwa ada sebuah proses. Jikalau Imam Syafi’i menyebutnya “thula zaman” (waktu yang panjang).

Kalaulah ramadan disebut sebagai madrasah, maka ini juga memerlukan kesebaran dalam jangka waktu yang lama. Sehingga menraih taqwa sebagai bonus dari ramadan, memerlukan pengorbanan.

Semasa lepas berbuka puasa. Ada godaan untuk rebahan. Dimana sejatinya masa-masa lapar dengan mudah ditaklukkan. Justru, dalam status kekenyangan itulah menjadi godaan tersendiri.

Maka, menaklukkan hawa nafsu itulah yang menjadi perjuangan. Bagaimana setelah berbuka kemudian diteruskan dengan makan dan bersegera untuk beribadah kembali.

Godaannya akan datang dengan berleha-leha menunda waktu salat. Pada akhirnya kemudian salat itu terlalaikan.

Selama sebulan penuh, dilatih dan diteruskan dengan menaklukkan semua godaan hawa nafsu itu.

Pada akhirnya, datangnya idulfitri sebagai tanda kemenangan. Namun tidak berhenti sampai di situ. 

Masih ada sebelas bulan yang lain. Bukan saja sama beratnya, bahkan bolehjadi lebih berat. Sehingga itupun harus ditaklukkan. Tidak harus ramadan saja kita beraktifitas dalam ketaatan, tetapi di luar ramadan juga.

Sebagaimana ramadan, bulan-bulan lain menjadi ujian. Jangan sampai justru kita menghambakan diri pada ramadan dan bukannya mengangungkan kekuasaan Allah semata.