Terkini.id, Sorong – Menyambut ramadan, bagi setiap muslim adalah kegembiraan. Bersama-sama dalam ramadan, sebuah suka cita tersendiri. Dimana, tidak saja puasa. Tetapi juga tarawih dan tadarrus. Begitu pula dengan berbagi makanan dan penanganan untuk handai taulan dan keluarga.
Itu bagi yang diberikan anugerah tersendiri. Ada diantara warga dari kita yang justru bukan seperti lakon yang digeluti selama ramadan.
Justru jauh dari keluarga dan tidak bisa bersua. Sementara untuk mudik, kemampuan keuangan belum bisa. Seorang tukang cukur di kota Makassar menyampaikan bahwa untuk mudik harus berutang. Sehingga pulang kampung dalam tahunan, baru bisa pulang.
Menunaikan tarawih sebuah kemewahan yang tak ternilai. Betapa kita yang berkesempatan untuk mendirikan tarawih menjadi kesyukuran tersendiri.
Ada diantara keluarga ataupun warga dari tempat kita yang tidak bisa melaksanakan tarawih. Mereka harus tetap bekerja, dengan shift waktu yang tak bisa ditukar. Mereka harus menjaga unit gawat darurat, tenaga kesehatan lainnya, satuan pengamanan, dan pelbagai profesi lainnya.
Semasa berbuka puasapun harus sendiri dan di tengah tempat kerja. Belum lagi pekerja kilang minyak di pulau-pulau yang juga jauh dari keluarga. Menjalani ramadan hanya seorang diri. Lagi-lagi dalam pekerjaan.
Berada dalam suasana yang berkesempatan untuk tarawih, tadarrus, dan menyelesaikkan bersama dengan keluarga inti menjadi sebuah laku yang perlu disyukuri.
Alquran memesankan bahwa sebuah kesyukuran akan menjadi kesempatan bertambahnya rejeki. Paling tidak, bukan hanya tolok ukurnya bukan soal angka semata. Tetapi rejeki dalam arti kebahagiaan dan kesempatan.
Kesempatan berbuka puasa, ada hidangan yang beranekaragam dan bahkan kesulitan untuk memilih apa yang hendak dimakan. Dalam kondisi yang lain, justru bukan kebingungan untuk memilih. Dimana bagaimana bisa makan. Bahkan tidak punya hitungan untuk kapan bisa makan.
Dalam satu masa, saya berada di Jakarta. Ada “manusia gerobak” yang hidupnya tinggal dalam gerobak. Kemanapun bergerak membawa “rumah” yang berupa gerobak itu.
Mendapati ramadan, justru dengan kepedihan. Tetap saja gembira, sebagai seorang muslim ketika ramadan datang menyapa.
Namun untuk menikmati makanan dan istirahat dalam ramadan sebuah peristiwa yang tidak terbayangkan sama sekali.
Maka, ketika berbuka puasa. Terhidang ada hidangan kue dan minuman beragam. Begitu pula makanan dan bahkan tersisa sampai ke sahur, dan terbuang percuma.
Semuanya tak lain karena anugerah Allah swt yang patut disyukuri.
Sementara dalam masa lain. Ada warga yang begitu papah, tidak berpunya, dan begitu pula dengan keluarga yang tak ada di sekelilingnya.
Baik yang diberi kelimpahan rezeki sebuah ujian. Begitu pula bagi yang berkekurangan juga sebuah ujian. Sehingga apapun yang kita dapatkan ini hanyalah sesaat dalam kehidupan dunia. Pada saatnya akan menuju ke kampung akhirat.