Terkini.id, Sorong. Bertepatan dengan Hari Budaya Nasional (01 April 2021) lalu, Jusuf Kalla Recearch Center for Bugis Makassar Studies, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar bersama dengan Badan Pengurus Pusat Kerukunan Sulawesi Selatan (BPP-KKSS) mengadakan diskusi online dengan topik “Diaspora Bugis Makassar di Sumatera.”
Para pembicara pada kegiatan tersebut diantaranya: Prof. Dr. Anhar Gonggong, M.A. (Tokoh Nasional/Sejarawan dan BPP KKSS), Dr. Makmur Haji Harun (Dosen Senior Sultan Idris Education University, Malaysia), Prof. Dr. H. Basri Modding, M.Si. (Rektor Universitas Muslim Indonesia-Makassar) dan Drs. Burhanuddin, M.Pd. (JK Research Center UMI).
Rektor Universitas Muslim Indonesia-Makassar, Prof. Dr. H. Basri Modding, M.Si. mengatakan bahwa tujuan utama dari pelaksanaan diskusi online ini adalah memberikan pengetahuan kepada para generasi muda Sulawesi Selatan khususnya mengenai bagaimana perjalanan sejarah Bugis Makassar di berbagai penjuru salah satunya adalah di Sumatera.
Ditambahkan pula oleh Prof. Dr. Ir. Hattah Fattah, M.Si. (Wakil Rektor V UMI Makassar), mengatakan bahwa alasan terbesar mengapa pada diskusi peradaban sesi kedua ini memilih Sumatera, yaitu dikarenakan dahulu kala Sumatera dijadikan tempat transit oleh Bugis Makassar sebelum memasuki wilayah-wilayah luar seperti Malaysia, Thailand, Singapore bahkan sampai ke belahan dunia lainnya di wilayah sebelah barat.
Prof. Dr. Anhar Gonggong, M.A. mengatakan “para perantau Bugis Makassar itu dikenal memiliki keberanian yang sangat tinggi serta sangat mudah bergaul dan bersahabat dengan penduduk lokal setempat bahkan adapula yang menikahi putri penguasa (raja/kepala suku) setempat seperti di daerah Sumatera ini.
Faktor-faktor inilah kemudian disinyalir yang menjadikan masyarakat Bugis Makassar dapat diterima pelbagai tempat.” Terangnya.
“Namun di antara sikap keberanian dan mudah berbaur itu, masyarakat Bugis Makassar pun memiliki kelemahan, salah satu kelemahannya adalah emosional yakni sangat mudah terpancing dan terbawa oleh suasana, dalam ilmu psikologi dikenal dengan implusif.” Tambahnya.
Peneliti senior sekaligus Dosen Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI), Malaysia. Dr. Makmur Haji Harun memaparkan bahwa terkait dengan diaspora masyarakat Bugis Makassar, dapat dilacak dari segi seni dan budaya Bugis Makassar yang ada dan tetap lestari di Sumatera.
Seni dan budaya itu seperti: Tarian Pajaga Andi yang dimainkan oleh duabelas putri dengan menggunakan sarung dan baju bodo, ada pula kesenian Sila’ Padduppa, Begitupun alat musik tradisional seperti Mappadendang, Jajjakang, Rebana dan Orkes Tauriolo.
Selanjutnya, menimpali apa yang menjadi statement dari Prof. Dr. Anhar Gonggong terkait dengan sikap implusifitas orang Bugis Makassar itu tentu didasari oleh prinsip siri, pesse dan ade’ yang terwariskan secara biologis turun temurun.
Tidak menjadi sebuah keheranan, jikalau orang Bugis Makassar sangat implusif terhadap sesuatu hal. Namun inilah kemudian menjadi ciri khas tersendiri bagi masyarakat Bugis Makassar di perantauan.
Makmur Haji Harun pun mengatakan bahwa awal mula perantauan Bugis Makassar ini adalah dengan menempati wilayah pesisir Sumatera kemudian mulai menebang hutan serta membuat perkampungan baru lalu memulai kehidupan di sana dengan bercocok tanam, berkebun dan lain sebagainya. Tutupnya.
Kegiatan diskusi peradaban kedua ini cukup menarik bagi para peserta yang hadir dikarenakan sejenak mereka dibawa oleh para pemateri ke masa lalu untuk melihat bagaimana masyarakat Bugis Makassar mengarungi lautan, meninggalkan kampung halaman lalu kemudian mencari kehidupan di tanah rantau serta menjadi pahlawan dan tokoh di perantauan.
Sebagian besar peserta selain para akademisi dan mahasiswa juga turut hadir para perwakilan pengurus KKSS dari Sabang sampai Merauke yang sempat hadir dan mengikuti kegiatan diskusi peradaban ini. *










