Terkini,id, Sorong - Dua tahun lalu, ada sudut-sudut Wamena yang terdampak bencana. Segerombolan orang yang memakai baju sekolah justru merusak sekolah, sarana kantor pemerintahan. Bahkan kediaman warga, serta fasilitas pendidikan.
Segera force majeur itu teratasi. Tidak saja oleh pemerintah kabupaten Jayawijaya, tetapi pemerintah provinsi. Juga kementerian, turut menggelontorkan uluran tangan. Segera setelah pelantikan presiden di 20 Oktober 2019, Presiden RI, Joko Widodo mengadakan kunjungan.
Adapun kunjungan kali pertama di masa jabatan ini, dijalankan ke Papua. Bolehjadi, itu juga menjadi monitoring kesiapan PON yang baru saja terlaksana dengan sukses tanpa kendala berarti. Menghasilkan Jawa Barat sebagai juara umum. Membawa tagline pemerintahan pasangan gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat, Jabar Juara.
Tetapi ini, bukan tentang Jawa Barat. Dimana ketika bencana melanda, tidak saja pemerintah provinsi Papua yang turut memikirkan pemulihan warga di Wamena. Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, diantara pemerintah provinsi yang aktif mengatasi masalah di Wamena.
Mulai dari kunjungan pejabat untuk membawa bantuan. Para pengungsi mendapat dukungan melalui penyediaan bahan makanan. Begitu pula evakuasi warga dari Wamena ke tanah handai taulan. Termasuk bantuan pemukiman di tempat pengungsian di luar kota Wamena.
Sementara di Wamena sendiri, lokasi pengungsian terorganisir bersama antara masyarakat, paguyuban, rumah ibadah, pemerintah daerah. Kesemuanya memberikan bantuan makanan, dan juga bagi yang berkeinginan untuk mengungsi, segera dikoordinasikan dengan angkutan udara. Dimana satu-satunya angkutan yang memungkinkan hanya pesawat.
Di sini juga terlihat kesiapsiagaan TNI Angkatan Udara yang menyediakan pesawat untuk membantu warga.
Jauh setelah kejadian, kementerian mulai membangun kediaman dan tempat berusaha warga. Begitu pula sarana pendidikan segera dibenahi. Sehingga tak sampai setahun, sudah diserahterimakan kembali kepada pengelola.
Perjalanan Balemo ke Wamena, dan sebaliknya, memberikan gambaran betapa walau luka itu masih ada. Hanya saja, warga sudah beraktivitas kembali. Bukan kali ini saja, sejak 2019 bahkan setiap kalangan sudah mulai menjalankan perannya masing-masing. Hanya dalam hitungan hari, warga sudah menyediakan diri untuk saling melayani kembali.
Bahkan sebagian besar diantara mereka tetap bergeming. Menjadikan Wamena sebagai tempat perjuangan. Tidak sekadar untuk keperluan makan belaka, bahkan menjadikannya sebagai sandaran hidup. Apapun yang terjadi, mereka memilih tetap untuk berdiri seadanya dan selamanya.
"Wamena ini, tetap kondusif. Sesekali saja ada letupan yang tak disangka" begitu kata warga yang menemani perjalanan Wamena - Balekmo.
Bagi warga, Wamena adalah kehidupan itu sendiri. Selalu dipenuhi dengan dinamika yang tak sewarna. Ada saja kejutan yang bolehjadi membawa luka. Tapi di situlah justru sisi kehidupan.
Pekan ini, kemeriahan wisuda di Unaim Yapis Wamena mempertemukan warga. Ratusan wisudawan dan wisudawati yang menjadi "pengantin". Bukan mereka saja yang hadir. Turut bersukacita keluarga, pejabat daerah baik di kabupaten maupun provinsi. Begitu pula dengan mahasiswa yang masih duduk di bangku kuliah. Mengambil bagian dalam prosesi wisuda.
Digelar terbuka di lapangan tengah kampus. Perhelatan ini kali ketiga sejak kebakaran kampus terjadi. Tak ada kata menyerah dan pesimis.
Bahkan semasa assesmen lapangan untuk perubahan alih bentuk, saat itu kampus dipindahkan ke pusat perbelanjaan yang disewa secara khusus untuk penyelenggaraan perkuliahan. Ketika itu, kampus kembali dibangun. Ada dana yayasan, begitu pula sumbangan dari asosiasi profesi dosen, dan juga dana bantuan dari kementerian dalam bentuk bangunan fisik kampus.
Tersedia pula bantuan dari pemerintah provinsi Papua yang menyediakan dana untuk sarana perkuliahan seperti kursi, proyektor. Bahkan dengan dana itu pula disediakan mobil operasional yang diserahterimakan secara simbolis semasa pelaksanaan wisuda XIII 2021.
Duka tak lagi mewarnai goncangan masa-masa itu. Kini, semua pulih walau sesekali masih mengenang apa yang menjadi pengalaman masa-masa itu.
Justru kerusuhan itu memberi kesempatan untuk menguatkan diri. Begitu juga dengan soliditas warga. Bersama itu pula tumbuh kesadaran bahwa rumah ibadah tak hanya menerima donasi semata.
Uang kas yang disimpan dari donasi jamaah justru dikembalikan dalam bentuk cash and carry ke warga.
Pengalaman, bukan penglamaan selalu saja menjadi kesempatan untuk memperkuat diri. Bahkan ketika itupun sebuah bencana.